Kamis, 04 Juli 2013

Makalah Studi Qur'an dan Wahyu

(MAKALAH)
Kuliah
AL-QUR’AN DAN WAHYU
di MAGISTER STUDI ISLAM - UII 2013

PEMBUKAAN
            Al-Qur’an sebagai wahyu dari merupakan mukjizat yang istimewa. Tidak ada bacaan yang melebihi al-Qur’an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya.

ª!$#üÏ%©!$#tAtRr&|=»tGÅ3ø9$#Èd,ptø:$$Î/tb#uÏJø9$#ur3$tBury7ƒÍôヨ@yès9sptã$¡¡9$#Ò=ƒÌs%ÇÊÐÈ

Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat.[1]

Tidak ada bacaan sebanyak kosakata Al-Qur’an yang berjumlah 77.439  kata, dengan jumlah huruf 323.015 huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padananny, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. Sebagai contoh kata hayahdan lawan katanya maut sama-sama diulang sebanyak 145 kali[2]. Adapun kata dunia dan lawan katanya akhirat sebanyak 115 kali dan lainnya. hal ini menandakan bahwa Alqur’an merupakan bacaan yang sempurna sekaligus sebagai mukjizat diperuntukkan untuk ummat Islam.

PEMBAHASAN

       I.            Definisi Al-Qur’an
Kata Al-Qur’anالقلران) ) dan kata lain yang seasal dengan kata itu di dalam Al-Qur’an disebut 77 kali, tersebar di dalam berbagai surah, baik makkiyah maupun madaniyah. Kata Al-Qur’an (di dalam bentuk ma’rifah((معرفة, menggunakan alif dan lam disebut 57 kali, antara lain di dalam surah Al-Baqarah (2:185), QS. Al-Isra’ (17:9), QS. Al-Furqan (25:30), dan Q.S Al-Insan (76:32). Di dalam bentuk nakirah (نكرة), tanpa alif dan lam, kata itu disebut 19 kali, diantaranya di dalam Q.S yunus (10:15), Q.S Al-Hijr (15:91) dan Q.S Al-Jin (72:1). Adapun dalam bentuk kata kerja (fi’l), baik bentuk lampau, sekarang maupun bentuk perintah disebut 17 kali, antara lain disebut didalam Q.S An-Nahl (16:98), Q.S Al-Isra’ (17-106) dan Q.S Al-‘Alaq (96:1).[3]

Para ulama berbeda pendapat mengenai asal kata dan makna (etimologi) Al-Qur’an:
1.      Al-Fara’dan Asy’ari dan beberapa ulama lain berpendapat bahwa, kata Al-Qur’an berasal dari kata qarina (di dalam bentuk kata kerja lampau), qarinah (di dalam bentuk kata benda tunggal), dan qara’in (bentuk jamaknya) yang berarti menghimpun dan mengumpulkan sesuatu dengan yang lain. Dinamakan demikian karena surah-surah dan ayat-ayat yang terdapat didalam Al-Qur’an dihimpun didalamnya, serta sebagian dari ayat-ayatnya mempunyai kaitan dengan sebagian ayat yang lain.

2.      Az-zajjaj menyatakan bahwa Al-Qur’an setimbang dengan kata Al-fu’lan adalah salah satu dari fi’l mahmuz (kata kerja yang salah satu hurufnya adalah hamzah), yang berasal dari kata qara’a yang berarti ‘menghimpun dan mengumpulkan’ yang sinonim dengan kata jama’a.seperti didalam ungkapan yang berbunyi Qara’tul-ma’a fil-haudhi (saya mengumpulkan air didalam kolam). Dari kata itu pulalah muncul kata qur’u yang berarti ‘haid dan suci’. Dinamakan demikian karena Al-Qur’an, menuru Az-zajjaj, menghimpun berbagai intisari yang terdapat didalam kitab-kitab suci terdahulu dan menghimpun intisari dari berbagai macam ilmu pengetahuan.

3.      Al-lihyani berpendapat bahwa Al-Qur’an juga setimbang dengan bentuk kata al-ghufran. Bentuk itu berasal dari kata Qara’a yang berarti membaca. Karena itu, maka kata-kata itu disinonimkan dengan kata tala’. Yang disebutkan adalah bentuk mashdar Qur’an berarti ‘bacaan’, tetapi yang dimaksud adalah bentuk isim maf’ul, berarti al-maqru’ ‘yang dibaca’.

4.      Ar-Raghib Al-Ashfahani, didalam kitabnya Mufradat Alfazh Al-Qur’an memasukkan kata Al-Qur’an didalam entri qara’a. Kata lain yang dimasukkannya didalam entri itu ialah qur’. Ia menyatakan bahwa menerut para ahli bahasa , kata qara’a dapat diartikan sebagai ‘mengumpulkan, menghimpun’ dan dapat diartikan pula sebagai membaca (al-qira’ah). Kata al-qira’a walaupun di artikan sebagai membaca sebenarnya masih dalam batas pengertian ‘menghimpun’ karena dalam ‘membaca’ kita harus menghimpun (menggabungkan) huruf-huruf dan kata yang lain sehingga mempunyai satu susunan kata yang rapi dan dapat dipahami. Huruf Alif dan Nun pada kata Al-Qur’an mengandung arti kata kesempurnaan, sehingga Al-Qur’an berarti bacaan yang sempurna.

5.      Imam syafi’I berpendapat bahwa kata Al-Qur’an yang digunakan didalam bentuk ma’rifah (menggunakan alif dan lam), bukanlah berasal dari kata Qara’a, melainkan merupakan nama dari suatu kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Kata itu tidak berasal dari qara’a dan sekiranya berasal dari qara’a maka setiap yang kita baca adalah Al-Qur’an.[4]

Menurut sebagian besar ulama, kata Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari fi’il qara’a-yaqra’u-qira’atan,qur’anan, yang berarti mengumpulkan, menghimpun, dan dapat diartikan pula sebagai membaca (al-qira’ah).[5] Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat17-18 yang berbunyi:
¨bÎ)$uZøŠn=tã¼çmyè÷Hsd¼çmtR#uäöè%urÇÊÐÈ#sŒÎ*sùçm»tRù&ts%ôìÎ7¨?$$sù¼çmtR#uäöè%ÇÊÑÈ

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”[6]

Al-Qur’an menurut Istilah (terminologi) para ulama diantaranya subhi shaleh serta ali ash Shabuny yang menayatak bahwa al-qur’anadalah merupakan kalam Allah swt yang menjadi mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sawdengan lafaz dan maknanya, dengan perantaraan malaikat jibril as, yang tertulis di dalam mushhaf(dibukukan)yang disampaikan secara mutawatir (berurutan), terdiri dari 30 jus, 114 surat dan 6236 ayat,dimulai dari Q.S Al-Fatihah(1) dan di akhirin dengan Q.S An-Nas(114) dan dinukilkan kepada kita ummatnya yang mana jika membacanya menjadis sebuah ibadah.[7]Al-Qur’an merupakan mukjizat yang paling besar dari mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada Nabimuhammad saw.Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.[8]

tPöqtƒurß]yèö7tRÎûÈe@ä.7p¨Bé&#´Îgx©OÎgøŠn=tæô`ÏiBöNÍkŦàÿRr&($uZø¤Å_uršÎ/#´Íky­4n?tãÏäIwàs¯»yd4$uZø9¨tRuršøn=tã|=»tGÅ3ø9$#$YZ»uö;Ï?Èe@ä3Ïj9&äóÓx«YèdurZpyJômuur3uŽô³ç0urtûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9ÇÑÒÈ

“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”[9]

ôs)s9urNßg»uZ÷¥Å_5=»tGÅ3Î/çm»oYù=¢Ásù4n?tãAOù=ÏæWèdZpuH÷quur5Qöqs)Ïj9tbqãZÏB÷sãÇÎËÈ
“Dan Sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”[10]

Dalam versi ulama kalam mengatakan bahwa al-qur’an adalah sifat qadim yang berkaitan dengan kalimat-kalimat yang bersifat hukmi dari surat al-fatihah sehinggan akhir surat an-nas. Kalimat-kalimat itu azali, sunyi dan huruf, lafaz fikiran dan ruh. Kalimat itu tersusun, tidak datang sesudah yang lain, sebagaimana gambar itu terletak di dalam cermin itu tersusun, bukan datang seudah yang lain. Mereka juga menetapkan bahwa al-qur’an itu teratur adalah suatu kepastian, bahwa al-qur’an itu hakikatnya yang teratur bahkan istimewa dengan kesempurnaan tertib dan jalinannya. Adapun ulama ushul mendefinisikan bahwa alqur’an itu kalam Allah yang diturunkan  oleh Allah dengan perantara malaikat jibril kedala hati Rasulullah Muhammad ibn Abdullah dengan lafaz bahasa arab dan dengan makna yang benar agar menjadi hujjah bagu Rasul bahwa beliau adalah Rasul Allah dan undang-undang bagi manusia yang mengambil petunjuk-Nya, serta sebagai awal ibadah bagi yang membacanya . Al-Qur’an ditadwinkan di antara dua tepian mushaf, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nas, dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir baik dengan bentuk tulisan atau lisan dari satu generasi ke generasi lain terpelihara dari segala perubahann dan penggantian.[11]

Definisi Wahyu

Wahyumerupakan bentuk mashdar yang berasal dari akar kata waw, ha’, dan ya’. ia merupakan bentuk tunggal, dan jamaknya adalah wuhiyy.Menurut Al-Ashfahani dalam Mufradat Gharib al-Qur’an makna awal dari kata wahyu adalah “isyarat yang cepat”. Karena wahyu memiliki dua ciri utama, yakni “samar” dan “cepat”, maka secara etimologi kata tersebut kerap di artikan sebagai “permakluman secara samar, cepat dan terbatas hanya kepada orang yang di inginkan, tanpa diketahui oleh orang lain”.[12]Wahyu di definisikan sebagai firman Allah SWTyang diturunkan kepada para Nabi-Nya.Definisi terakhir ini hampir sama dengan makna wahyu dalam kamus besar Bahasa Indonesia, yaitu “petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para Nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya”.[13]

Secara terminologi Wahyu merupakan kalam Allah Ta’ala yang diturunkan kepada salah seorang dari pada Nabi-Nya. Sedangkan Ilham menurut bahasa berarti menelan, meneguk, mengajarkan, dan mewahyukan. Atau dengan penjelasan lain bah ia merupaka penyampaian Allah ke dalam jiwa sesuatu urusan yang membangkitkannya untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu.[14] Al-Ustadz al-Imam Muhammad ‘Abduh kemudian mendefinisikan Wahyu sebagai pengetahuan yang didapat oleh seseorang didalam dirinya, yang ia yakini bahwa demikian itu dari sisi Allah swt, baik pakai perantara maupun tidak. Adapun yang dimaksud dengan pakai perantara (antara lain) dengan mempergunakan suara yang dapat didengar oleh yang bersangkutan.[15]

Dengan demikian, turunnya wahyu yang tertuang dalam kitab-kitab suci merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia, agar risalah para rasul tetap dapat dilestarikan dan diamalkan, terutama risalah penutup yang merupakan nikmat Allah terbesar bagi umat manusia sampai akhir zaman.Dan risalah penutup atau wahyu terakhir-dalam pengertian terminologis-itu tak lain adalah al-Qur’an al-Karim.[16]

    II.            Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi

Hadits Qudsi secara bahasa berasal dari “Qudus” yang berarti suci[17] sedangkan dalamistilah adalah sesuatu yang dikabarkan Allah ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri[18]Para ulama telah mengemukakan perbedaan-perbedaan antara Al-Quran-Karim dengan hadits Qudsi, dalam buku al-ahadits alqudsiyyah Maulana Ali al Qari berkata bahwa hadits qudsi adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (Rasul) dan sumber kepercayaan dari Allah. Adapun perantaranya sekali waktu dengan perantara jibril dan sekali waktu dengan wahyu, ilham atau tidur.Adapun ungkapannya diserahkan sepenuhnya kepada Rasul.

Al maulana dalam kitab yang sama juga berpendapat bahwa hadits qudsi bukanlah mukjizat melainkan hal yang bias dinakmakan dengan hadits ilahi atau hadits rabbani sehingga tanpa perantara Jibril melainkan dengan perantara selain Jibril.Hal ini senada dengan pendapat Syaikh Muhammad Ali al Faruqi yang mengemukakan dalam bukunya kasyful istilahatwalfunun yang mana ia menjelaskan bahwa hadits qudsi adalah suatu yang diriwayatkan oleh Nabi SAW dan disandarkan ke Tuhan.[19]

Jika meilihat pendapat yang ada di beberapa sumber yang ada, maka ada beberapa pendapat ulama mengenai perbedaan diantara al-Qur’an dan hadits Qudtsi, antara lain Isi Al-Qur’an dan susunan kalimatnya menunjukkan mukjizat dan tantangan kepada manusia untukmenandinginya, sedanghadits qudsi tidak demikian.   Lafazh dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah, sementara lafazh hadits Qudsi berasal dari Rasulullah–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam walaupun tentunya maknanya dari Allah.

3.      Al-Qur’an yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafazh-nya menjadi ibadah apabila dibaca dan diperintahkan dibaca di waktu shalat. Hadits Qudsi tidaklah demikian.  Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir yang diperintahkan, dicatat langsung, didiktekan oleh Rasulullah serta diterapkan kedudukan ayat dan suratnya, sedang hadits Qudsi semuanya diriwayatkan menurut kabar dan tidak dibenarkan dicatat.
5.      Al-Qur’an yang mulia tidak boleh diriwayatkan makna atau isinya saja, sedang hadits Qudsi bilamana perlu dapat diriwayatkan maknanya saja, dengan syarat rawinya (yang meriwayatkannya) itu alim dan tahu benar arti, maksud, lafaz, dan susunan kata-katanya, sehingga memungkinkan dapat melukiskan isi dan maksud hadits Qudsi itu.

6.      Al-Qur’an hanyalah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantara malaikat Jibril sedang hadits Qudsi kadang-kadang di wahyukan melalui jibril, atau mungkin juga berupa ilham.
7.      Kumpulan kalimat dalam Al-Qur’an disebut ayat dan dihimpun menjadi surah. Sedangkan kumpulan kalimat dalam hadits Qudsi tidak dapat disebut ayat ataupun surah.[20]

 III.            Perbedaan antara Wahyu, Kasyaf dan Ilham
Wahyu adalah isyarat yang cepat.Hal ini terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata, juga terkadang melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.Wahyu diartikan dari mashdar dan memiliki dua pengertian dasar, isyarat dan cepat. Pengertian wahyu dalam bahasa arab meliputi: (1) ilham sebagai dasar bawaan manusia, (2)ilham yang berupa naluri binatang (3) isyarat yang cepat melalui rumus dan kode (4) bisikan dan tipu daya setan (5) berupa perintah untuk dikerjakan.[21]

Wahyu menurut dalam buku Jalaluddin Suyuthi ialah pengetahuan dan hidayah yang didapat dengan cara samar/rahasia dan cepat oleh seseorang yaitu para nabi di dalam dirinya disertai keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah baik dengan perantara atau tanpa perantara. Sedangkan menurut istilahnya Muhammad Abduh mengartikan bahwa ilham adalah perasaan halus jiwa yang merasa yakin lalu mendorongnya kepada apa yang dicari, merasa atau mengetahui darimana datangnya.[22]

Adapun menurut Muhammad Abduh dalam bukunya risalatut tauhid bahwa wahyu merupakan pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak; yang pertama melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu, serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih dan senang.[23]

Sedangkan kasyaf adalah suatu tingkat tertinggi dalam tasawwuf. Bagi yang mengalaminya terbuka hijab (tabir) antara rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi karena adanya rasa dekat manusia kepada Tuhan yang didahului hati nurani suci manusia.[24] Sumber ensiklopedia lain menerangkan bahwasanya kasyaf berarti penyingkapan. Kata ini dipakai dalam lapangan tasawwuf dan mengacu kepada penyingkapan dinding (hijab) yang membatasi hati manusia dengan Tuhan.[25]

 IV.            Nuzul Al-Qur’an ‘ala sab’ati ahruf


Kata al-ahruf  adalah jamak dari harf yang memiliki arti yang lebih dari satu. Jika dibenturkan dengan kata gunung maka kata harfberarti  « «puncaknya ». sebagian orang ada yang mengabdi kepada Allah secara harf maksudnya adalah adalah ia mengabdi kepada Allah dalam keadaan suka atau tidak dalam keadaan duka.[26] Dalam bukunya Ash Shabuny menyatakan bahwa Al-Qur ‘an diturunkan atas maknanya. « Dan tujuh bahasa orang-orang arab » bukanlah pengertiannya. Adapun maksudnya adalah meskipun  Al-Qur’an diturunkan dengan dengan tujuh huruf atau lebih tetapi pengertiannya bahwa tujuh bahasa ini berbeda-beda dalam Al-Qur ‘an. Kesimpulannya bahwa al-ahruf berarti « lafazh » yang mempunyai beberapa pegertian dari berbagai pendapat.[27]

Nuzul Al-Qur’an ‘ala sab’at ahruf, atau yang disebut dengan Turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf merupakan kesepakatan kebanyakan para ulama yang mendasarkannya pada beberapa Hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh syaikhani tentang Umar bin Khattab yang menegur Hisyam bin hakim ketika membaca surat al-furqan di masa hidup Rasulullah. Umar menegur dan menanyakan perihal perbedaan bacaan yang didengarnya dari Hisyam ketika ia shalat. Hisyampun menjawab bahwa perihal yang dipertanyakannya tersebut berasal dari Rasulullah.
Sejenak setelah mendengar ayat yang dibacakan oleh hisyam maka umarpun secara sepihak menyatakan bahwa ia (Hisyam) berdusta akan apa yang dikatakannya. Dengan tidak terimanya akan perihal yang dilakukan Hisyam, maka Umar membawanya kepada Rasulullah. Umar menceritakan keseluruhan hal tersbut kepada Rasulullah serta membacakan ayat yang Umar dan Hisyam masing-masing yakini kebenaran cara membacanya. Rasulullah membenarkan bacaan Hisyam dimana apa yang dianggap Umar itu salah, dan mengatakan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan atas tujuh huruf, maka Rasulullah menganjurkan untuk membaca dengan bacaan yang paling mudah.(Sahih Bukhari dan Muslim).[28]

Setelah menyepakati tentang kisah dalam hadits diatas maka dapat dilihat dari berbagai sumber akan perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkantujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibn Hayyan mengatakan: “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf  menjadi tiga puluh lima pendapat.[29] Namun kebanyakan pendapat-pendapat itu bertumpang tindih. Adapun beberapa pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran adalah sebagai berikut ;
a.       Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna; dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafaz sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Menurut Abu Hatim as-Sijistani, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin, dan Sa’d bin bakar.

b.      Suatu kaum berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Al-Qur’an diturunkan; dengan pengertian bahwa kata-kata didalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih dikalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy.Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Karena itu maka secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di berbagai surah Al-Qur’an, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna. Berkata Abu ‘Ubaid; yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Qur’an, sebagiannya bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain.
c.       Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh wajah,yaitu: amr (perintah), nahyu(larangan), wa’d (janji), wa’id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal (perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal.

“Dari Ibn Mas’ud, Nabi berkata: Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Al-Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dan tujuh huruf, yaitu: zajr(larangan), amr, halal, haram, mahkam, mutasyabih dan amsal.
d.      Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu (1) perbedaan kata benda (2) perbedaan dari segi i’rab /harakat akhir kata (3) perbedaan dalam tasrif(4) perbedaan dalam taqdim/mendahulukan (5) perbedaan dari segi ibdal/penggantian (6) perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan (7) perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhin/menebalkan dan tarqiq/menipiskan.

e.       Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuhitu tidak diartikan secara harfiah(maksudnya, bukan bilangan antara enam dan delapan), tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka tujuh adalah isyarat bhawa bahasa dan susunan Al-Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafaz sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan, seperti “tujuh puluh” dalam bilangan puluhan dan “tujuh ratus”dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
f.       Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengann tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh.[30]

PENUTUP
·         Telah dipaparkan beberapa penjelasan mengenai Al-Qur’an dan Wahyu. Jika dilihat dari makalah diatas maka dapat pemakalah ambil kesimpulan bahwa al-Qur’an adalahmerupakan kalam Allah swt yang menjadi mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan lafaz dan maknanya, dengan perantaraan malaikat jibril as, yang tertulis di dalam mushhaf (dibukukan)yang disampaikan secara mutawatir (berurutan), terdiri dari 30 jus, 114 surat dan 6236 ayat, dimulai dari Q.S Al-Fatihah(1) dan di akhirin dengan Q.S An-Nas(114) dan dinukilkan kepada kita ummatnya yang mana jika membacanya menjadis sebuah ibadah. Sedangkan wahyu adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada para Nabi-Nya. Dengan kata lain bahwa al-Qur’an termasuk wahyu Allah yang diberikan kepada salah satu dari Nabi-Nya.

·         Hadits Qudsi secara istilah suatu hadits yang oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam disandarkan kepada Allah, maksudnya adalah Nabi meriwayatkan dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah. Ia bukanlah sebuah mukjizat dan tidak wajib atau sunnah (bernilai ibadah) hokum membacanya dalam shalat. Sedangkan al-qur’an adalah sebaliknya.

·         wahyu merupakan pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak; yang pertama melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu, serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih dan senang. Sedangkan kasyaf adalah terbuka hijab (tabir) antara rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi karena adanya rasa dekat manusia kepada Tuhan yang didahului hati nurani suci manusia.

·         Sesuai dengan pendapat manna’ al khattan bahwa pendapat terkuat  yang menyatakan tentang al-qur’an yang diturunkan oleh Allah dengan tujuh huruf adalah diartikan bahwa yang dimaksud tujuh huruf merupakan tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dalam mengungkakan satu makna yang sama. Dicontohkan seperti aqbil, ‘ajal, halumma, dan asra merupakan lafaz-lafaz yang digunakan untuk menunjukkan satu makna yaitu perintah untuk menghadap. Penadpat ini didasari dengan hadits dari Abu Bakrah yang artinya:

“jibril mengatakan: Wahai Muhammad, bacalah qur’an dengan satu huruf. Lalu mikail mengatakan: tambahkanlah. Jibril berkata lagi: dengan dua huruf!.Jibril menambahkannya hingga sampai dengan enam atau tujuh huruf. Lalu ia berkata: semua itu obat penawar yang memadai, selama ayat azab tidak ditutup dengan ayat rahmat, dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat azab. Seperti kata halumma, ta’ala, aqbil, izhab, asra’ dan ‘ajal.”







REFERENSI

Buku:

Aly Ash Shabuny, Muhammad.  Pengantar Study Al Qur’an at-tibyan. Terjemahan dari buku attibyan fi ‘ulumil qur’an. Oleh Moch. Chudlori HS. Bandung 1987. Al Ma’arif.

As-Suyuthi, Jalaluddin.Riwayat Turunnya Ayat-ayat Suci Al-Qur’an. terjemahan dari lubbabu an-nuzul fi asbabi an nuzul. Semarang 1993,Asy Syifa

Azra, Azyumardi. Ensiklopedia Islam. Jakarta. 2005. Ichtiar Baru van Hoeve

Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta1998. Dana Bhakti Prima Yasa.

Faridi, Miftah dan Agus Syihabudin.Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang Pertama. Bandung 1989.Pustaka.

Khalil al-Qattan, Manna’, terjemahan Mabahits fi’ ‘Ulumil Qur’an  cet. Ke-III Jakarta 2005. Litera AntarNusa.

Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementrian Waqaf Mesir.Al ahadits al qudsiy.

Rahman, Fatchur. Ikhtishar Mushthalahul Hadits.Bandung 1974. Al-ma’arif.

Rasyid Rida, Muhammad. Dari Al-Wahyu Muhammadi dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Mudzakir AS.Al-Qur’an (Terjemahan Manna Khalil al-Qattan) Bogor 2009. Litera AntarNusa.

Sahabuddin.Ensiklopedi Al-Qur’an. Jakarta 2007. Indeks.
Shihab, Quraish.,Wawasan Al-Qur’an, Bandung 1996, Mizan.

Tim Penulis IAIN syarif hidayatullah.Ensiklopedia Islam Indonesia.Jakarta Djambatan. 2002.

Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta1998. PT DANA BHAKTI PRIMA YASA.

Internet :













[1] QS. Asy Syura:17
[2]Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung 1996, Mizan. Hal.3-4
[3] Sahabuddin, Ensiklopedi Al-Qur’an. Jakarta 2007. penerbit Indeks. Hal 784
[4]Ibid,
[5] Muhammad Chirzin. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.Yogyakarta1998. PT DANA BHAKTI PRIMA YASA.Hal.30
[6] QS. Al Qiyamah : 17-18
[7]H.A Mustofa, riwayat turunnya ayat-ayat al-Qur’an,  buku terjemahan dari lubbabun nuqul fi asbabin nuzul yang ditulis oleh Jalaluddin as Suyuthi, Semarang 1993, asy syifa. Hal. 1-3
[8]Sahabuddin.2007. Hal 785
[9] QS. An Nahl: 89
[10] QS. Al a’araf: 52
[11]HA. Mustofa, 1993, Hal. 4
[12]Ibid, Hal 1052
[13]Ibid,Hal.1054
[14]Manna’ Khalil al-Qattan, terjemahan Mabahits fi’ ‘Ulumil Qur’an  cet. Ke-III Jakarta 2005. Litera AntarNusa.Hal. 45
[15]Miftah Faridi dan Agus Syihabudin.AL-QUR’AN Sumber Hukum Islam yang Pertama.Bandung1989. Pustaka.Hal 22
[16]Sahabuddin 2007.Hal 1053
[17] Tim Penulis, Perbedaan Antara Hadits Qudsi dan Al-Qur’an, diakses dari: http://www.ppnuruliman.com, pada: 31 januari 2013
[18] Fatchur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadits.Bandung 1974. Penerbit Al-ma’arif. Hal 69
[19]Al ahadits al qudsiyyah, Diterjemahkan oleh Muhammad Zuhri. Semarang 1982. Toha Putra. Hal. 5
[20]Miftah Faridi dan Agus Syihabudin.1989.Hal. l17
[21] Oleh Syaikh Muhammad Rasyid Rida. Dari Al-Wahyu Muhammadi dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Terjemahan Manna Khalil al-Qattan) Mudzakir AS. Bogor 2009. Litera AntarNusa. Hal 8
[22]HA. Mustofa, 1993, Hal. 25-27
[23]Ibid,hal 8
[24]Azyumardi Azra. Ensiklopedia Islam. Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve. 2005. Hal. 64.
[25]Tim Penulis IAIN syarif hidayatullah.Ensiklopedia Islam Indonesia.Jakarta Djambatan. 2002. Hal. 583.
[26]Muhammad Aly Ash Shabuny.Pengantar Study Al Qur’an at-tibyan. Terjemahan dari buku attibyan fi ‘ulumil qur’an. Oleh Moch. Chudlori HS. Bandung 1987. Al Ma’arif. Hal. 300
[27]Ibid. Hal. 305
[28]Muhammad Aly Ash Shabuny. 1987. Hal. 300
[29] As-Suyuti berkata: Penafsiran ulama tentang makna hadits ini tidak kurang dari empat puluh pendapat (al-Itqan, jilid 1 halaman 45)
[30]Manna’ Khalil al-Qattan, 2005. Hal. 81